Jalan-Jalan ke Fort Rotterdam

Menyusuri kota Makassar, tak lengkap jika tidak mengunjungi bangunan bersejarah yang menjadi salah satu landmark di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan ini.

Bangunan ini adalah Fort Rotterdam. Benteng yang secara historis pernah pindah dari satu tangan penguasa ke tangan penguasa lainnya ini seolah melengkapi karakter Makassar sebagai waterfront city.

Sebagian rekaman sejarah khususnya jejak kejayaan dari kerajaan Gowa, lengkap dengan khasanah budaya suku Makassar, Bugis, Mandar dan Toraja tersimpan di museum La Galigo bangunan yang berada dalam kompleks benteng ini.

Banyak benda pusaka ditampilkan di museum ini seperti senjata khas Sulsel yaitu badik sebagai wujud majunya teknologi tempa logam di masa silam.

Dari sisi kearifan lokal, badik tidak saja mewakili benda budaya, namun juga berfungsi sebagai pusaka atau warisan terutama untuk upacara-upacara adat, di samping sebagai alat ekonomi serta alat bela diri.

Ada pula kalewang atau pedang yang dulu kala dijadikan sebagai senjata perang suku Bugis. Senjata ini bahkan wajib dimiliki sebagai syarat sahnya seseorang untuk menjadi raja.

Di luar jenis itu, masih banyak lagi senjata tradisional lain yang ditampilkan di La Galigo bersama dengan senjata-senjata api kuno zaman kolonial Belanda.
Sejatinya, banyak benteng yang bertebaran di sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan. Di arah utara Makassar, ada Benteng Tallo, dan Benteng Ujung Tana.

Di arah Selatan Makassar ada Benteng Mariso, Benteng Kale Gowa, Benteng Anak Gowa, Benteng Somba Opu, Benteng Panakukang, serta Benteng Barombong.

Adapun Fort Rotterdam yang sebelumnya bernama Benteng Ujung Pandang berlokasi di Kelurahan Baru Kecamatan Ujung Pandang, Makassar. Hanya saja, Fort Rotterdam merupakan satu-satunya benteng yang masih utuh dan terawat hingga kini dibandingkan dengan benteng-benteng lainnya.

Benteng yang berdiri kokoh di tepi pantai pertengahan Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar ini memiliki 15 bangunan di dalamnya. Beberapa di antaranya disebut bastion atau benteng pertahanan bagi orang Bone, Mandarsyah, Ambon, Buton, dan Bacan. Sebagian lain adalah bangunan permukiman, gudang senjata, gedung, pengadilan, istana bawah tanah, gereja hingga penjara.

Benteng yang berdiri di wilayah seluas 28.595,55 meter persegi atau sekitar tiga hektare ini dilingkupi pagar tembok teknik susun timbun dengan bahan balok batu padas dengan berbagai variasi ukuran. Rata-rata balok batu ini berukuran panjang 44-62 cm, lebar 21-34 cm dengan ketebalan 10-20 cm. Dinding bentengnya antara 5-7 meter.

Nama Lain

Dulu kala, benteng ini dinamakan sebagai Benteng Ujung Pandang karena posisinya yang berada di suatu tanjung. Tanjung inilah yang dalam bahasa Makassar disebut sebagai ujung, sedangkan kata pandang berasal dari kondisi di masa silam di mana areal sekitar benteng masih berupa hutan. Dari situlah kemudian benteng ini disebut dengan nama Benteng Ujung Pandang.

Sebelum bernama Fort Rotterdam, benteng ini juga punya nama lain pada masa lampau, yaitu Benteng Pannyuwa. Warga Gowa menyebutnya demikian lantaran desain denahnya yang menyerupai penyu. Bagi kalangan warga Gowa, penyu sebagai hewan yang dapat hidup di dua alam menjadi lambang yang memiliki makna khusus dan simbol cita-cita kerajaan Gowa. Makna dari simbol ini adalah kedigdayaan kerajaan Gowa baik di darat maupun di laut.

Nama Fort Rotterdam mencuat setelah Belanda dalam hal ini Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) memenangkan perang ke Makassar dibawah pimpinan Cornelis Speelman. Perang ini diakhiri dengan penandatanganan perjanjian Boengaya 18 November 1667. Fort Rotterdam merupakan nama yang didedikasikan untuk menghargai jasa Speelman yang lahir di Kota Rotterdam, Belanda.

Selain nama-nama ini, benteng di Kota Makassar ini juga punya julukan benteng kota Towaya atau yang berarti kota tua, karena di masa lampau Makassar pernah menjadi pusat pemerintahan.

Lantas siapa yang pertama kali membangun benteng ini? Dialah raja Gowa IX yaitu Daeng Matanre Karang Manguntungi Tumaparisi Kallona. Namun pembangunannya baru dapat dirampungkan pada 1545 M oleh penerusnya yaitu raja Gowa X, Manriwa Gau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga Ulaweng.

Masa-masa jaya kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo adalah abad 16. Batas wilayah pengaruhnya di Kalimantan mencakup Kutai hingga Berau, seluruh Sulawesi, Pulau Sula dan Buru, Ambon, Australia Utara, Timor, Flores, Sumba, Sumbawa, Lombok.

Fort Rotterdam sendiri merupakan bangunan berarsitektur Portugis yang pada masa awal terdiri dari bangunan bertiang tinggi khas tradisional Makassar. Dalam perkembangannya desain berganti menjadi bangunan bergaya Eropa atau gotik. Ini terutama ketika dikuasai Belanda atau VOC pada abad 17.

Fort Rotterdam menjadi tempat wisata di Makassar yang layak untuk dikunjungi. Selamat berwisata.. :)

0 Response to "Jalan-Jalan ke Fort Rotterdam"

Post a Comment